Sabtu, 07 September 2013

Sambungan : Surah al-Fâtihah dalam Perspektif Pendidikan Akhlak Berbasis Tauhîd Oleh : Drs. Mohamad Nur Fuad, MA

3. Pendidikan Akhlak
Berbicara pendidikan   kita jumpai 3 aliran pendidikan: Empirisme, nativisme dan konvergensi. Empirisme berpendapat bahwa manusia  lahir dalam keadaan seperti kertas kosong. Sementara nativisme berpandangan bahwa manusia lahir dengan membawa bakat. Perpaduan dari  dua pandangan tersebut melahirkan aliran konvergensi.  
Dalam pandangan Nabi Muhammad, manusia lahir dalam keadaan suci maka kedua orang tualah yang menjadikan anak tersebut dapat menjadi orang Nasrani atau orang Yahudi. Sabda nabi di atas menunjukkan 3 komponen yang terlibat langsung dalam kegiatan pendidikan akhlak:  Peserta didik, Pendidik dan lingkungan tempat proses pendidikan dilakukan. Dua komponen yang terahir sangat berperan aktif dalam memberikan pembentukan, pewarnaan dan penyempurnaan  akhlaq manusia. Dalam kesempatan lain nabi Muhammad saw diutus untuk  menyempurnakan akhlaq.
Jadi inti dari pendidikan akhlaq adalah upaya secara sadar untuk mengembangkan fitrah manusia untuk mencapai tingkat akhlak yang sempurna, akhlaq yang agung dan mulia. Materi dan metode Pendidikan akhlak dapat berdasarkan kepada kandungan dan pesan  surah  al-Fâtihah.
4. Perspektif Pendidikan Akhlak Berbasis Tauhîd
Di atas telah diuraikan kandungan surah al-Fâtihah menurut para mufassir. Uraian di bawah ini mencoba menelaah kandungan dan pesan surah al-Fâtihah dalam perspektif pendidikan akhlak berbasis tauhîd. Ada tiga tahap dalam proses pendidikan akhlaq yang dapat digali dari  surah  al-Fâtihah.
Pertama. Menanamkan  Tauhîd melalui pemahaman dan penghayatan tentang konsep Allâh, al-Rahmân, al-Rahîm, Rab al-Alamîn dan Mâliki yaumi al-dîn dan meneladani sifat-sifat ketuhanan dan mengimplementasikannya dalam kehidupan nyata. Upaya memahami konsep-konsep dimaksud diarahkan untuk mengasah dan mengembangkan potensi akal yang dibingkai dalam ranah tauhîd dan jauh dari syirk.  Penjelasan konsep nama-nama Allah di atas dijumpai pada surah-surah lain dalam al-Qur’an.
Konsep nama Allâh dijelaskan oleh ayat 1-4 dalam surah  al-Ikhlâs . Surah ini menerangkan dengan jelas, tegas, singkat dan padat empat sifat Allah yang tidak dimiliki oleh selainNya. Allah adalah Esa, tunggal, berdiri sendiri dan tidak butuh bantuan lain. Allah tempat bergantung semua makhluk. Manusia misalnya butuh air. Air adalah ciptaan Allah. Siapa yang butuh air berarti ia bergantung kepada penciptanya. Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dia tidak berubah dan tidak dipengaruhi oleh perubahan. Manusia mengalami perubahan, dari sperma menjadi darah, daging, bayi, remaja, dewasa kemudian mati. Allah tidak ada yang menyamainya. Meskipun Allah mendengar namun tidak sama dengan cara mendengarnya dengan manusia. Dalam surah ini nama Allâh diperkenalkan yang pertama sebelum nama-namaNya yang lain. Nama ini adalah nama Zat yang berhak dan wajib diibadahi (dicintai, ditakuti dan diharapkan) oleh seluruh makhluk ciptaanNya.
Kata “al-Rahmân” (Maha Pemurah) diperkenalkan oleh surah al-Fâtihah setelah kata Allah. Ini artinya bahwa sifat Allah yang menonjol dalam dirinya adalah kemurahan Allah yang tidak pilih kasih. Rahmat Allah diberikan kepada semua makhluk.  Allah memberi rizki kepada yang beriman dan yang kafir, yang taat maupun yang durhaka. Penjelasan tentang macam-macam anugerahNya kepada manusia dapat dibaca dalam surah ke 55, surah al-Rahmân. Dengan memahami dan menghayati berbagai macam kemurahan Allah yang sangat luas seseorang akan bersyukur kepadaNya. Jadi sikap syukur adalah dampak dari penghayatan dan pengamalan kata “al-Rahmân”.
Sikap  syukur tersebut  diwujudkan dalam bentuk beribadah  hanya kepadaNya. Lisannya selalu mengucapkan tahmîd . Hatinya selalu mencintai Allah karena merasakan banyaknya anugerah yang dia terima. Ia takut akan siksa Allah di dunia maupun di akhirat akibat dosa yang dilakukan. Ia selalu mengharap Kepada Allah agar amalnya diterima dan mendapatkan ridhoNya. Badannya dan anggota tubuhnya digunakan untuk ketaatan kepadaNya. Matanya digunakan untuk membaca al-Qur’an, akalnya untuk berfikir keagungan Allah. Ia berupaya meneladani sifat kemurahan Allah dengan sering memberi manfaat kepada orang lain. Memberi beasiswa kepada yatim piatu. Memberi bantuan uang dan bahan pokok kepada fakir miskin. Mengajari al-Qur;an kepada orang yang buta aksara al-Qur’an dll.
Kata “al-Rahîm” (Maha Penyayang) mengandung pengertian bahwa Allah menyayangi hanya kepada orang yang beriman dan taat.  Ketaatan kepada Allah dengan menjalankan perintahnya seperti salat dan infaq adalah sebuah perjuangan dan prestasi. Prestasi ini layak dan berhak mendapat apresiasi dan pahala. Mukmin yang taat akan disayang oleh Allah di dunia dan dimasukkan ke dalam surga kelak di akhirat. Sebaliknya manusia yang kafir dan durhaka di dunia jauh dari rahmatNya dekat dengan kemurkaanNya, di akhirat disiksa di dalam neraka. Pemahaman dan penghayatan seperti ini mendorong seseorang untuk memilih iman dan taat dari pada kufur dan maksiat. Pesan penting kata “al-Rahîm” adalah menyayangi kepada orang-orang yang beriman dan taat.  Pesan ini diimplementasikan dalam perbuatan nyata sehari- hari seperti mengucapkan salam kepada sesama muslim, menjawab salam dan sms, mengucapkan selamat atas kesuksesan saudara seiman, silaturrahmi untuk menjalin ukhuwwah, memberi hadiah kepada teman yang beriman atas prestasi dan pengorbanannya, Memberikan apresiasi atas pekerjaan seseorang. Memberikan hadiah kepada anak yang naik kelas. Mengucapkan terima kasih dan pujian kepada istri atas jerih payahnya dalam membuat hidangan dan merawat anak. Kerjasama dan gotong royong untuk membangun masjid dan lembaga pendidikan dsb.
Ali al-Sâbûnî berpendapat bahwa kata “Rab al-Âlamîn”mengandung maknan bahwa Allah adalah pemilik alam semesta, pengatur dan penglola alam semesta.  Sementara Rasyid Rida memaknai al-rabb dengan tuan yang mengatur, memelihara dan mengurus budaknya.   Allah pencipta sekaligus pemilik matahari. Ia mengaturnya, menerbitkannya dari timur pada pagi hari dan menenggalamkannya pada malam hari untuk kebaikan bumi beserta isinya. Allah menurunkan air hujan untuk kesuburan tanaman yang dibutuhkan. Alam semesta, bumi beserta isinya diciptakan, diatur oleh Allah untuk manusia sebagai bekal ibadah kepadaNya.
Pesan penting yang dapat diambil dari ayat di atas adalah meneladani sifat-sifat rububiyahnya Allah swt. Implemetasi pesan ayat adalah menempatkan seseorang sesuai dengan bakatnya, memberi tugas kepada seseorang sesuai dengan kemampuannya. Meletakkan barang  pada tempatnya. Membuang sampah di ranjang sampah bukan sembarang tempat. Meletakkan buku di rak buku bukan sembarang tempat. Memarkir mobil di tempat parkir mobil bukan tempat parkir sepeda. Menempatkan mushaf al-Qur’an di tempat yang tinggi dan mulia. Merawat barang supaya tidak cepat rusak. Membersihkan lantai rumah, kamar mandi agar bersih dan indah.
Kata “maliki yaumi al-dîn” mengandung makna yang merajai pada hari pembalasan.
Raja yang arif dan bijaksana dalam mengambil keputusan selalu memperhatikan kemaslahatan orang banyak. Raja adalah pemimpin. Dalam memimpin ia menciptakan suasana aman dan kondusif serta menjauhkan umat dari syirik sebagaimana dilakukan oleh nabi Ibrahim as.  Meneladani sifat-sifat maliki yaum al-dîn dapat diimplemetasikan dalam perbuatan nyata sbb: sebelum mengambil keputusan yang tepat seseorang bermusyawarah dengan orang yang ahli dibidangnya dan minta petunjuk kepada Allah, menyebarkan salam, menyebarkan perdamaian,  melindungi nama baik orang, memberi makan orang yang membutuhkan, tidak menyalahgunakan wewewnang, tidak berlaku lalim, tidak korupsi, tidak mencuri dsb. 
Memahami, menghayati, meneladani nama-nama dan sifat-sifat Allah di atas dan mengimplementasikan  secara benar dan komprehensif mengantarkan seseorang  beriman kepada Allah dan hari akhir dengan iman yang sempurna. Iman yang sempurna pasti akan menggerakkan pelakunya untuk beribadah dan beramal salih dengan produktif dan penuh keikhlasan.
Sahabat nabi berani mengambil resiko ikut hijrah, terjun ke medan perang dan tugas berdakwah adalah bukti bahwa mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Imannya telah menggerakkan mereka untuk berjuang dan berkorban. Oleh karena itu sangat tepat sekali bahwa ayat sesudah pengenalan nama dan sifat Allah adalah ayat pengakuan dan ikrar beribadah hanya kepada Allah.
Kedua, menumbuhkan  kesadaran beribadah dengan penuh keikhlasan, benar dan dilakukan secara istikomah dan terus menerus seperti terkandung dalam ayat 5-6. Iman yang sempurna akan mengantarkan pelakunya untuk beribadah dengan kesadaran dan keikhlasan. Ia berkeyakinan bahwa dirinya sedang menghadap dan berdialog kepada Allah dengan menyatakan “iyyâKana’budu wa iyyaKa nasta’î ”  Ibadah punya arti bentuk perbuatan ketaatan dan kepatuhan yang dilandasi mahabbah (cinta) kepada Allah. khauf (takut siksa dan neraka) akibat meninggalkan perintah Allah dan rajâ (mengharap) ridhaNya.  Ibadah yang dilakukan harus benar sesuai dengan tuntunan Islam (al-Qur’an dan al-Sunnah). Tuntunan ini melindungi dan menjaga orang yang beribadah dari kesalahan dan perbuatan bid’ah. Penggunaan fi’il mudhari’ pada kata “na’budu” menunjukkan bahwa kegiatan ibadah itu wajib dilakukan secara istikomah (terus menerus). Penggunaan dhamir “na” yang berarti “kami” menunjukkan pelaksanaan ibadah itu dilakukan  dengan cara kolektif atau jama’i. Ibadah yang dilakukan secara jama’i punya fungsi syiar dan suasana  yang kondusif dalam proses pendidikan.
Implementasi ibadah diwujudkan dalam perbuatan nyata seperti salat lima waktu, puasa Ramadhan, zakat, infaq, salat malam, baca al-Qur’an, zikir, tawakkal, sabar dalam melaksanakan kebenaran, menjauhi kejahatan dan orang-orang yang jahat. Ibadah tersebut jika dilakukan dengan benar, penuh kesadaran dan istikomah akan membangun karakter yang agung seperti sikap disiplin, peduli kepada sesama, memiliki jiwa besar dan tahan uji.
Menanamkan kesadaran beribadah dilakukan dengan keteladanan. Fungsi ibadah adalah meningkatkan rasa akan kehadiran Allah dalam kehidupan nyata sehari hari dan merasakan bahwa Allah sebagai tempat bergantung.
Ketiga, Menumbuhkan kesadaran berbuat yang benar dan baik, bergaul dengan orang-orang yang benar dan baik, meninggalkan perbuatan tercela dan orang-orang yang dimurkai, perbuatan yang salah dan orang-orang yang tersesat.  Sebagaimana terkandung dalam ayat 7. Pergaulan  dengan orang-orang yang benar dan baik seperti para nabi dan orang-orang saleh akan  mendorong seseorang   untuk meneladani mereka. Begitu sebaliknya. Pergaulan  dengan orang  yang jahat akan mendorong seseorang berbuat kejahatan. Pemetaan perbuatan yang benar, perbuatan yang dimurkai dan perbuatan yang salah harus diaajarkan dan dimiliki oleh pendidik dan peserta didik. Tiga tahap itu akan melahirkan akhlaq agung, luhur dan mulia.
Tiga  tahap pendidikan akhlaq di atas sejalan dengan konsep iman, Islam dan ikhsan. Tauhid dan iman ibarat akar pohon, batangnya adalah ibadah dan islam. Buahnya adalah perbuatan baik dan ikhsan.
Tiga tahap tersebut seirama dengan pendapat kalangan ahli Tasawwuf dengan istilah tahapan Takholli (membersihkan jiwa dari keterikatan dengan duniawi), tahalli(menghiasi diri dengan ibadah dan amal salih) dan tajalli (munculnya akhlaq yang agung/ikhsan).

Catatan Kaki ;  
Tauhîd secara bahasa berarti menunggalkan sesuatu dan meniadakan berbilang darinya. Secara istilah syar’i Tauhîd diartikan meniadakan adanya penyerupaan pada Zat Allah, sifat-sifatNya dan perbuatannya, meniadakan sekutu dari rububiyyah Allah  dan ubudiyyahNya. Dari definisi ini muncul 3 macam tauhîd :  (1) Tauhîd zât, asmâ wa sifât artinya meyakini dan  beriman  akan adanya zat Allah, nama-namaNya, sifat sifatNya. (2) Tauhîd Rubûbiyyah artinya meyakini bahwa hanya Allah yang menciptakan alam semesta, memberi rizki dan yang mengaturnya. (3) Tauhîd ulûhiyyah artinya meyakini bahwa hanya Allahlah yang berhak dan wajib diibadahi, dicintai, ditakuti dan diharapkan.  Baca Abû Bakr Jâbir al-Jazâirî,  Aqîdah al-Mu’min (ttp:Dâr al-Fikr, tt), h.64, 66 dan 77.

16. dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya Berlaku terhadapnya Perkataan (ketentuan kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.
 Qs. Al-Qalam: 4
dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.
  Didin Hafidhuddin, Al-Qur’an dalam Arus Globalisasi dan Modernitas Mencari alternatif Pemikiran di Tengah Absurditas Modernisme (Banten: LPSI, 2004), h. 118-119.
  Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsîr al-Munîr fi al-Aqîdah wa al-Syarî”ah wa al-Manhaj (Dimasq: Dậr al-Fikri, 1998), juz 1, h. 54.
5 http://id.wikipedia.org/wiki/Globalisas
  QS.1:2 . Allah berfirman:“ الحمد لله رب العالمين ” (“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam”).
  QS.1:5 . Allah berfirman:“ إياك نعبد و إياك نستعين”  (“Hanya kepada Engkaulah kami beribadah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan”).
  QS.1:1 . Allah berfirman: “بسم الله الرحمن الرحيم ” (“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”).
  QS. 1: 5. Allah berfirman: “ما لك يوم الد ين    “ (“ yang menguasai hari pembalasan”)
  QS.1:6 . Allah berfirman: “اهدناالصراط المستقيم ” (“Tunjukilah kami ke jalan yang lurus”).
  QS.1:6 Allah berfirman: “صراط الذين أنعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا الضالين” (“jalan orang-orang yang Engkau anugerahkan nikmat kepada  mereka, bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat”).
  Rasyîd Ridâ, Tafsîr al-Manâr, Juz 1. h. 34-36.
  Said Hawa, al-Asâs fî al-Tafsîr, al-mujallad al-Awwal (Qohirah: Dâr al-Salâm, 1999), jilid 1, h. 38.
  Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsîr al-Munîr fi al-Aqîdah wa al-Syarî”ah wa al-Manhaj (Dimasq: Dậr al-Fikri, 1998), juz 1, h.
  Heru SS, Mapping Strategi Sukses Hakiki (Sukoharjo: AD Media Sukoharjo, 2007), h. 11
  Pendidikan “merupakan suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien”.Baca Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta:Logos Wacana Ilmu, 2002), h. 3.
 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta:INIS, 1994), h. 14-15.
  Qs. 112: 1-4. Artinya:(1). Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. (2). “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.” (3). “Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,” (4). “dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
  Muhammad Alî al-Sâbûnî, Mukhtasar Tafsîr Ibnu Katsîr,(Bairût: Dâr al-Fikr, tt) jilid 1, hal. 19
  Tahmîd artinya membaca الحمد لله (segala puji bagi Allah).
  Muhammad Alî al-Sâbûnî, Mukhtasar Tafsîr Ibnu Katsîr, jilid 1, hal. 19-20.
  M.Amin aziz, the Power of  Al-Fatihah (Jakarta: Pinbuk Preess, 2008), hal. 28-29.
  Muhammad Alî al-Sâbûnî, Mukhtasar Tafsîr Ibnu Katsîr, jilid 1, hal. 21.
  M.Amin aziz, the Power of  Al-Fatihah, hal. 51.
  Muhammad Alî al-Sâbûnî, Mukhtasar Tafsîr Ibnu Katsîr, jilid 1, hal. 19-20.
  M.Amin aziz, the Power of  Al-Fatihah (Jakarta: Pinbuk Preess, 2008), hal. 28-29.
  Muhammad Alî al-Sâbûnî, Mukhtasar Tafsîr Ibnu Katsîr, jilid 1, hal. 21.
  M.Amin aziz, the Power of  Al-Fatihah, hal. 51.

Sambungan : Surah al-Fâtihah dalam Perspektif Pendidikan Akhlak Berbasis Tauhîd Oleh : Drs. Mohamad Nur Fuad, MA

Menurut Muhamad Abduh ada lima tujuan diturunkan al-Qur’an. Lima tujuan tersebut ada dalam surah al-Fâtihah.

Pertama, tauhîd (mengesakan Allah) terkandung dalam ayat kedua  dan  Ayat kelima.  Tauhîd ini  menghendaki totalitas ibadah, penghambaan dan ketundukan hanya kepada Allah swt.
Kedua,    al-wa‘du wa al-wa‘îd (janji dan ancaman) terkandung dalam ayat pertama.  dan ayat keempat.  Ayat ini  mangandung makna janji dan ancaman secara bersamaan. 
Ketiga, al-‘ibâdah (beribadah, mengabdi) terkandung dalam ayat kelima. Pedoman ibadahnya dijelaskan oleh ayat berikutnya yaitu istiqâmah dalam jalan yang lurus. 
Keempat, bayân sabîl al-sa‘âdah (penjelasan jalan untuk memperoleh kebahagiaan) terkandung dalam ayat keenam.  Allah menjelaskan dalam ayat ini bahwa kebahagiaan akan tercapai dengan istiqâmah dalam jalan yang lurus (al-Islam yang dianut oleh para nabi) dan kesengsaraan akan terjadi karena menyimpang darinya.
Kelima, qasas (cerita) terkandung dalam ayat ketujuh.  Ayat ini menegaskan adanya tiga macam kaum terdahulu: para nabi, kaum yang dimurkai dan kaum yang sesat.  Para nabi adalah mereka orang-orang yang menetapi syariat Allah dan  petunjuk-Nya. Ayat ini merupakan seruan untuk mengambil pelajaran dari mereka dan mengikuti jalan yang mereka tempuh.
Kaum yang dimurkai adalah kaum yang menentang dan mengingkari Allah. Adapun orang yang sesat adalah orang yang menyimpang dari jalan-Nya.
Penjelasan jalan untuk memperoleh kebahagiaan yang terkandung dalam ayat keenam di atas menunjukkan bahwa surah al-Fâtihah dapat dijadikan dasar  dalam pendidikan akhlak untuk mencapai kebahagiaan hidup.
Sejalan dengan Muhamad Abduh namun lebih singkat, Said Hawa dalam kitab tafsirnya  menegaskan bahwa pada dasarnya kandungan surah al-Fâtihah ada tiga pokok. Pertama, masalah akidah (keyakinan) sebagaimana terkandung pada ayat 1-4. Kedua, ibadah seperti terkandung dalam  ayat 5. Ketiga, manhaj al-hayâh (jalan hidup). Selanjutnya ia menjelaskan bahwa pokok dari akidah adalah iman kepada Allah dan hari akhir, pokok dari ibadah adalah ikhlas dan pokok dari jalan hidup adalah megikuti ajaran para nabi.
Persamaan antara Muhamad Abduh dengan Said Hawa adalah bahwa surah al-Fâtihah mengandung manhaj al-hayâh (jalan menuju kebahagiaan hidup). Perbedaan terletak pada penggunaan istilah. Sebagai contoh, Muhamad Abduh menggunakan istilah tauhîd, al-wa’du wa al-wa’îd sementara Said Hawa menggunakan istilah akidah.
Mufassir berikutnya adalah wahbah Zuhaili . Ia menjelaskan kandungan surah  al-Fâtihah menurut urutan ayat dalam kontek pendidikan dengan bahasa yang mudah dipahami. Dalam kitab tafsirnya  ia menjelaskan bahwa setiap ayat dalam surah tersebut merupakan bimbingan dan ajaran untuk kita. Menurutnya, Allah mengajarkan 6 hal dalam surah al-Fâtihah sbb: (1) memulai sesuatu amal perbuatan dengan membaca bismillah (sikap ikhlas).
Dengan bacaan tersebut berarti ia telah memohon pertolongan KepadaNya melalui NamaNya Yang Agung Allah swt (ayat 1), (2) memuji dan bersyukur KepadaNya (ayat 2-3), (3) berlaku adil. Setiap amal manusia akan mendapatkan balasan di akhirat  (ayat 4 ), (4) beribadah dan memohon pertolongan hanya kepadaNya (ayat 5), (5) memohon hidayah dan taufiqNya agar tetap berada dalam agama Islam (ayat 6), (6) mengikuti perbuatan para nabi, orang-orang salih dan menjauhi perbuatan orang-yang dimurkai dan orang-orang yang sesat.
Penafsiran Wahbah al-Zuhailî di atas tidak mengelompokkan kandungan pembahasan seperti yang dilakukan oleh Said Hawa sebagaimana disebutkan di atas, akan tetapi ia mengambil pesan penting dari masing-masing ayat dengan bahasa yang mudah dipahami dan mudah diamalkan dalam kehidupan nyata sehari hari.
Penafsiran model baru tentang  surah al-Fâtihah dari sudut pandang managemen dikemukakan oleh pendiri Asosiasi Trainer Muslim Indonesia yaitu Heru SS. Ia mengemukakan bahwa surah al-Fâtihah mengandung Visi, misi, strategi dan aksi menuju sukses hakiki. 
Visi/ tujuan hidup dijelaskan dalam ayat 1-4. Dalam ayat-ayat tersebut Allah swt mengenalkan diri-Nya dengan sifatNya Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Kita wajib  bersyukur karena Dia menciptakan alam ini untuk kita dengan segala fasilitas yang ada di dalamnya. Allah yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang dan penguasa hari pembalasan.  Jadi tujuan hidup adalah kembali kepada Allah dengan mendapat rahmat dan ridhaNya, kebahagiaan di dunia dan surga di akhirat.
Misi dijelaskan dalam ayat 5. Tugas sebagai hamba Allah adalah beribadah dan selalu minta pertolongan kepada Allah SWT.
Strategi dijelaskan dalam ayat 6. Strategi orang beriman untuk mencapai kesuksesan adalah  meniti jalan yang lurus yaitu Islam, beribadah dengan mengamalkan al-Qur’an dan al-Sunnah.
Aksi/ cara hidup dijelaskan dalam ayat 7. Beriman dan beramal shalih adalah aksi orang yang beriman dengan meneladani orang-orang yang diberi nikmat yaitu para nabi, orang-orang yang benar, mujahidin dan orang yang salih. Tidak berbuat kerusakan dan menjaga diri supaya tidak dimurkai dan tidak sesat.
Penafsiran Heru SS di atas menurut pengakuannya merupakan hasil renungan dan tadabbur ayat-ayat dalam surah al-Fâtihah. Dalam pandangan kami, penafsirannya menggunakan teori kesatuan tema dalam surah dengan tema menuju sukses hakiki.
Kajian dan penafsiran Surah al-Fâtihah yang dikemukakan oleh para mufassir di atas penulis jadikan  referensi  untuk menelaah surah al-Fâtihah dalam Perspektif  pendidikan akhlaq berdasarkan kesatuan tema dalam surah dan sistematika ayat dalam surah tersebut.

Surah al-Fâtihah,dalam Perspektif Pendidikan Akhlak Berbasis Tauhîd Oleh : Drs. Mohamad Nur Fuad, MA

Surah  al-Fâtihah dalam Perspektif Pendidikan Akhlak
Berbasis Tauhîd Oleh : Drs. Mohamad Nur Fuad, MA
Dosen Tetap STAIL
1. Pendahuluan
Bangsa Fir’aun pada awalnya adalah bangsa yang kokoh dan kuat. Kemudian menjadi bangsa yang hina dan dibinasakan karena keruntuhan dan kebejatan akhlaqnya. Begitu besar peranan akhlaq bagi tegak dan runtuhnya suatu bangsa. Bencana, musibah seperti gempa Sunami, Jebolnya tanggul Danau Situ Gintung dan gempa di Padang dalam pandangan al-Qur’an Qs. 17: 16  disebabkan kedurhakaan sebagian orang  yang hidup bermegah-megah. Kedurhakaan kepada Allah dan rasulnya adalah bentuk akhlak yang buruk. Akhlak yang buruk tersebut wajib diperbaiki dengan   pendidikan akhlaq yang berdasarkan al-Qur’an seperti dalam surah al-Fatihah.
Nabi Muhamad saw diutus  untuk menyempurnakan akhlaq manusia. Karena tugas tersebut, nabi memiliki akhlaq yang agung.  Kemuliaan akhlaq Nabi Muhamad diakui oleh lawan maupun kawan. Jadi target pendidikan akhlaq adalah agar manusia memiliki akhlaq yang agung atau mulia.
Didin Hafidhuddin berpandangan bahwa al-Qur’an dalam posisi sebagai petunjuk bersifat universal, berlaku sepanjang zaman dan ruang. Tugas bagi umat Islam adalah bagaimana memahami dan menerjemahkan pesan-pesan dan  petunjuk-petunjuk itu menjadi sebuah pedoman praktis untuk menjawab realita sosial dan problematika kehidupan umat manusia.  Akhlak tercela dapat muncul   akibat dampak negatif globalisasi. Ini bagian yang akan  dijawab oleh al-Qur’an. Jawaban itu bisa kita gali dalam kandungan surah al-Fâtihah.
Surah  al-Fâtihah pantas dikaji dalam perspektif pendidikan akhlak. Ia memiliki posisi tersendiri dibanding dengan surah-surah lain dalam al-Qur’an. Posisi dimaksud adalah surah al-Fâtihah disebut al-Qur’ân al-adhîm (bacaan agung) karena ia mengandung semua ilmu-ilmu al-Qur’an dan dan pokok-pokok kandungannya. al-Fâtihah juga disebut al-Sab’u al-Matsânî, maksudnya tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dalam rakaat salat. Selain itu, al-Fâtihah disebut al-asâs, maksudnya pokok isi al-Qur’an ada dalam surah ini.
Berdasarkan sebutan nama al-Fâtihah itu maka dapat difahami bahwa sebagian kandungan pokok bahasan al-Qur’an adalah pendidikan akhlak. Maka surah al-Fâtihah  juga mengandung pendidikan akhlaq meskipun konsep dasar. Atas dasar itu penulis mencoba menelaah  surah al-Fâtihah dalam perspektif pendidikan akhlak.
Telaah surah al-Fâtihah dalam perspektif pendidikan akhlak ini penting artinya bagi kita semua yang hidup dalam tantangan era globalisasi dan informasi. Globalisasi  adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Hubungan dan pertukaran antar budaya di dunia berjalan sangat cepat. Perang kebudayaan dan peradaban tidak dapat dielakkan. Nilai-nilai akhlak agung dapat tergeser dengan dominasi peradaban yang bersumber dari faham materialisme dan hedonisme. Dalam kondisi seperti ini telaah pesan dan petunjuk kandungan  surah al-Fâtihah  dalam perspektif pendidikan sangat penting artinya untuk menjadi alternatif bagi konsep-konsep pendidikan yang telah ada.
2. Surah al-Fatihah dalam pandangan Mufassir
Surah al-Fatihah ditulis dalam mushaf Al-Qur’an pada surah dengan urutan pertama meskipun ia bukan surah yang pertama kali turun. Ia Surah Makkiyyah. Jumlah ayatnya 7. yang terdiri dari 38 kata.
Dalam pandangan para mufassir, kandungan surah al-Fatihah mencakup kandungan surah-surah dalam al-Qur’an. Artinya kandungan surah-surah dalam al-Qur’an pada dasarnya menjelaskan dan merinci kandungan ayat-ayat dalam surah al-Fatihah. Pada bagian ini dikemukakan beberapa pandangan mufassir tentang kandungan surah al-Fâtihah.

Kemanusiaan Dalam Al Fatihah, Oleh KH Ali Mufidz, Mantan Gubernur Jawa Tengah

KITA semua tahu bahwa Al-Fatihah adalah bacaan wajib dalam setiap shalat. Paling tidak, 17 kali sehari kita membacanya. Apalagi di bulan Ramadan. Jumlahnya pasti jauh lebih banyak, karena ada shalat tarawih dan shalat-shalat sunat lainnya.
Yang umum diketahui, surat Al-Fatihah merupakan ”mahkota tuntunan Ilahi”. Dia adalah umm al-kitab atau induk Alquran. Muhammad Abduh mengurai lima pokok kandungan Alquran yang tersurat dalam Al-Fatihah, yaitu: (1) tauhid; (2) janji dan ancaman; (3) ibadah yang menghidupkan tauhid; (4) penjelasan tentang jalan kebahagiaan dan cara mencapainya di dunia dan akhirat; dan (5) pemberitaan atau kisah tentang generasi terdahulu.
Sebenarnya, kecuali umm al-kitab, banyak nama lain yang disandangkan kepada Al-Fatihah, kira-kira ada 20 nama. Dari nama-nama itu dapat diketahui betapa besar dampak yang dapat diperoleh para pembacanya, sehingga datang anjuran agar doa ditutup dengan alhamdulillahirabilalamin atau bahkan ditutup dengan surat al-Fatihah.
Bagi Prof Amin Aziz, Al-Fatihah adalah sebuah kedahsyatan, baik dari segi lafadz maupun pesan dan rahasianya. Jadi, bagus kiranya bila kita juga menyadari bahwa sesungguhnya Al-Fatihah sarat dengan pesan-pesan kemanusiaan dan  ketuhanan.
Pesan-pesan kemanusiaan terdapat pada pertengahan ayat kelima sampai ayat ketujuh, sedangkan dimensi ketuhanan tertera pada ayat pertama sampai keempat dan setengah ayat kelima. Pembagian dua dimensi ini sejalan dengan bunyi hadis riwayat imam Muslim melalui Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Allah membagi surah Al-Fatihah: separuh untuk-diri-Nya dan separuh untuk hamba-Nya.
Hadis tersebut, serta hadis Qudsi yang diriwayatkan Daruquthni dari Abu Hurairah, juga menyatakan bahwa setiap ayat surat Al-Fatihah yang dibaca dalam shalat segera disambut Allah. Bahwa bacaan Al-Fatihah membuka sebuah dialog yang sangat dekat antara hamba dan Tuhannya, pada hakikatnya menjustikasi firman-Nya dalam QS. al-Baqarah:186: ”Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa, apabila dia berdoa kepada-Ku”.
Lihatlah, apabila seorang hamba menyatakan, ”alhamdulillahirabbilalamin”, Allah menjawab, ”...Hamba-Ku telah memuji-Ku”. Ketika ia berkata, ”ar-rahman ar-rahim”, Allah menjawab, ”... Hamba-ku telah menyanjung-Ku.”  Sewaktu ia mengucap ”maliki yaum addin”, Allah menjawab, ”... hamba-Ku mengagungkan Aku.”
Lalu ia berkata ”iyyaka naíbudu waiyyaka nastaíin”, Allah menjawab, ”... ini antara-Ku dan hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta.”
Dan ketika ia akhirnya berkata, ”ihdina as shiratol mustaqim, shirathalladzina an’amta ‘alaihim ghairil maghdhubi ‘alaihim wa addhallin” (Tunjukilah kami jalan yang lurus, yakni jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat dan bukan jalan yang Engkau murkai dan bukan pula jalan yang sesat), maka Allah pun menjawab, ”... ini untuk hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta.”
Satu Kesatuan
Dimensi kemanusiaan dan ketuhanan yang terdapat pada surat Al-Fatihah tersebut merupakan satu kesatuan yang bersifat integral. Dimensi ketuhanan menyadarkan kita bahwa Allah adalah penguasa segalanya yang mampu memberi petunjuk kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.
Sementara, dimensi kemanusiaan diaktualisasikan dalam bentuk penghambaan kita dengan selalu meminta kepada Allah hidayah agama atau jalan yang lurus. Di sinilah terletak urgensi memahami bacaan Al-Fatihah dalam shalat sebagai media dialog antara kita sebagai hamba dan Allah sebagai Sang Pencipta.
Proses dialog demikian agaknya yang menjadi  alasan Al-Fatihah menjadi salah satu rukun shalat, sebagaimana disebutkan oleh beberapa hadis. Membaca Al-Fatihah dengan penuh penghayatan, seraya memahami makna setiap ”kalimat” yang sedang diucapkan, dengan cara berhenti pada tiap-tiap ayat, kemudian  merasakan ada jawaban (sambutan) dari Allah, niscaya membuat mushollin (orang yang shalat) benar-benar makin dekat kepada-Nya.
Di sinilah makna shalat sebagai mi’raj orang mu’min dan shalat sebagai media untuk mengingat Allah (QS. Thaha:14). Perenungan dalam membaca Al-Fatihah dimaksudkan agar tiap-tiap orang yang shalat dapat menghayati proses dialog tersebut.
Artinya, kita memang ”menghadirkan” Sang Khalik. Pada saat yang sama, kita mengenali jati diri sebagai abdullah (hamba Allah). Apa hasilnya? Tiada lain tiada bukan adalah: ihsan; sebuah  pesan kemanusiaan dan ketuhanan tentang kebaikan yang selalu diperbuat dalam kehidupan sehari-harinya; sebuah kehidupan yang  jauh dari perilaku buruk. Kalau begitu, maka benarlah firman Allah dalam surat Al-Ankabut:45: ”... dan laksanakan shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan munkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (shalat) lebih besar keutamaannya (dari ibadah yang lain). Allah mengetahui  apa yang kamu kerjakan”.
Di sisi lain, kata shalat itu sendiri mempunyai pengertian dialog, menyambung (wasilah) atau komunikasi antara Allah dan hamba-Nya, sebagaimana ungkapan dalam bahasa Arab limadza sumiyati shalatu shalatan? Liannaha washilatun bainar rabbi wal ‘abdi (Mengapa istilah shalat disebut shalat, karena shalat merupakan wasilah  (media, penyambung) antara Allah dan hamba). (59)

Surat Al-Fatihah, The Power

 Mukjizat terbesar dari kerasulan Muhammad SAW. adalah kitab suci Al-Qur’an. Inilah kitab suci yan diturunkan dalam bahasa Arab, dan hingga detik ini, hampir lima belas abad kemudian sejak pertama kali diturunkan, kemurnian, keaslian, dan kesuciannya masih terjaga dengan baik. Al-Qur’an juga disebut-sebut sebagai kitab suci yang paling sempurna karena cakupan isinya yang maha luas.
Ia meliput sejarah para nabi dan ajaran agama-agama terdahulu yang kemudian disempurnakan dan bentuk kesempurnaannya terkandung di dalamnya. Ia meliputi segala ajaran dan tuntunan hidup tidak hanya bagi kaum muslim, tapi juga menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta, bagi seluruh umat manusia.
Ia sekaligus juga mengatur hubungan antar manusia, hubungan manusia dengan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhan. Ia adalah sumber segala ilmu dan pengetahuan, dan dari sana setiap manusia akan memperoleh jalan menuju kesempurnaan hidup. Pendeknya, tak ada kitab suci selengkap Al-Qur’an, dan tak ada satu pun yang mampu menyamainya.
Intisari dari Al-Qur’an yang maha luas itu, yang ajarannya meliputi tata hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan, terkandung di dalam salah satu surat yang disebut Al-Fatihah. Surat yang terdiri dari tujuh ayat ini memang memiliki kedudukan istimewa.
Selain meurpakan intisari kandungan Al-Qur’an, Al-Fatihah ini ditempatkan sebagai pembuka dari kitab suci ini, dan merupakan surat yang paling banyak dibaca orang. Surat yang memiliki sejumlah nama ini pun merupakan bacaan wajib di setiap rakaat dalam shalat.
Karena itu, meskipun surat ini cukup pendek, hanya terdiri dari tujuh ayat, tak ada satu surat pun baik di dalam Al-Qur’an sendiri maupun kitab-kitab lain seperti Zabur, Taurat, dan Injil yang isinya mampu menyamai kandungan Al-Fatihah. Sebab, meskipun hanya memuat tujuh ayat, kandungan Al-Fatihah ini memuat intisari dari seluruh inti Al-Qur’an maupun kitab-kitab sebelumnya. Nabi Muhammad sendiri dalam berbagai riwayat hadits, berkali-kali mengungkapkan kemuliaan dan keagungan ayat-ayat yang terdapat dalam surat Al-Fatihah ini. Dalam sebuah hadits riwayat Imam Hambali disebutkan :
“Demi jiwaku yang dalam genggaman-Nya, Allah tidak menurunkan surat yang setara dengan itu (Al- Fatihah) baik dalam Taurat, Injil, Zabur, maupun        Al-Furqan. Ia merupakan tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang.”
Demikianlah, tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang ini merupakan sebuah surat yang tiada taranya baik dalam Al-Qur’an sendiri maupun dalam kitab-kitab suci yang diturunkan sebelumnya. Tak ada satu pun surat yang terdapat di dalam semua kitab suci yang isi dan kandungan maknanya menyamai Al-Fatihah. Selain merupakan intisari dari keseluruhan kandungan makna semua kitab suci, dengan tegas Tuhan membagi tujuh ayat ini separuh untuk Tuhan sendiri dan sebagian yang lain untuk manusia. Dalam sebuah hadits qudsi Rasulullah SAW. menceritakan :
“Allah Ta’ala berfirman :  Aku telah membagi (bacaan Al-Fatihah dalam) shalat antarar diri-Ku dan hamba-Ku dengan dua bagian, separuhya untuk-Ku dan separuhnya lagi untuk hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta.”
Kalau dikaji secara mendalam, tujuh ayat dalam surat Al-Fatihah tersebut memang terbagi menjadi dua. Separuh untuk Tuhan dan separuhnya untuk kepentingan manusia. Separuh bagian pertama, mislanya mulai dari bismillah sampai dengan frasa pertama ayat keempat yaitu iyyaka na’budu, seluruh isi dan kandungan maknanya memang tentang keberadaan Dzat Tuhan dengan segala sifat-sifatnya.
Sedangkan separuh bagian kedua, mulai dari frasa kedua ayat keempat wa iyyaka nasta’iin sampai dengan akhir, merupakan ayat-ayat yang ditujukan kepada manusia. Separuh bagian yang pertama merupakan pujian terhadap eksistensi Tuhan dengan segala sifatnya, sedangkan separuh yang lainnya berisi do’a-do’a atau permintaan agar manusia memperoleh karunia keselamatan dan kebahagiaan hidup.
Bila dikaji lebih mendalam lagi, pembagian tersebut tidak hanya menyangkut peruntukannya, melainkan juga meliputi sistem peribadatannya. Secara keseluruhan, ayat-ayat Al-Fatihah tersebut mengajarkan tentang monoteisme murni (ketauhidan). Dari Al-Faihah saja bisa diperoleh kesimpulan bahwa Islamlah satu-satunya agama monoteis paling murni dalam sistem peribadatannya. Semua ayat dalam Al-Fatihah dengan tegas dan jelas menafikan tuhan-tuhan lain atau kekuatan-kekuatan lain yang membuka kemungkinan terjadinya penyekutuan Tuhan atas yang lainnya.
Monoteisme di dalam surat Al-Fatihah tersebut juga diajarkan secara lengkap dan sistematis. Pada separuh bagian yang pertama, mulai dari bismillah sampai dengan frasa pertama ayat keempat iyyaka na’budu, misalnya, yang disampaikan adalah monoteisme teoretis. Sedangkan, separuh yang kedua mengandung pesan-pesan monoteisme praktis. Frasa iyyaka na’budu sendiri merupakan peralihan atau transisi dari monoteisme teoretis menuju monoteisme praktis.
Hal ini tergambar dalam kandungan separuh bagian pertama dari Al-Fatihah tersebut. Mulai dari bismillah sampai ayat ketiga, yang dibicarakan adalah murni keesaan eksistensi Tuhan dengan segala sifat-sifat yang melekat. Bahwa Allah itu Maha Pengasih dan Penyayang, bahwa Allah itu Tuhan semesta alam, bahwa Allah itu Penguasa di Hari Pembalasan, dan karena itu, ini merupakan frasa ayat peralihan  atau transisi, hanya kepada Dia dan bukan yang lain manusia harus menyembah.
Dan ayat-ayat berikutnya adalah penuntun ke arah monoteisme praktis di mana hanya kepada Dia (dan bukan yang lain) manusia memohon pertolongan. Yaitu pertolongan untuk ditunjuki jalan kebenaran, jalan yang lurus, yaitu jalannya orang-orang  yang telah diberi nikmat dan bukan jalannya orang-orang yang sesat.
Sungguh, ayat-ayat itu telah mengajarkan bagaimana manusia dalam kehidupan sehari-hari harus tetap berpegang teguh pada keesaan Tuhan, Tuhan yang eksistensinya sudah diterangkan pada ayat-ayat sebelumnya. Inilah ajaran monoteisme teoretis dan monoteisme praktis yang pada agama-agama samawi lainnya sudah tak terjaga lagi kemurniannya.
Kemuliaan surat Al-Fatihah juga dibuktikan dalam nama-nama atau sebutan yang disandangnya. Disamping nama Al-Fatihah sendiri yang artinya Pembuka, yaitu surat pembuka dalam Al-Qur’an, nama lainnya adalah Ummul Kitab, yaitu yang artinya Induk Al-Kitab atau Induk Al-Qur’an. Karena surat yang berisi tujuh ayat tersebut adalah merupakan induk dari keseluruhan isi kitab suci Al-Qur’an. Dan karena           Al-Qur’an itu mengandung inti dari kandungan kitab-kitab terdahulu, maka karenanya pula dengan sendirinya Al-Fatihah juga mengandung esensi dari keseluruhan isi kandungan Al-Qur’an dan kitab-kitab suci pendahulunya.
Nama lain yang juga menjelaskan kedudukan surat Al-Fatihah yang mulia adalah nama Al-Kanz, yang artinya Perbendaharaan. Maksudnya adalah bahwa surat Al-Fatihah itu merupakan suatu perbendaharaan ilmu pengetahuan yang sangat luas, bahkan tak terbatas.
Dalam satu hadits yang diriwayatkan Imam Baihaqi disebutkan :
“Allah telah melimpahkan kepadaku sebuah Fatihat al-Kitab (surat Al-Fatihah), dan Allah berfirman bahwa surat ini merupakan perbendaharaan yang luhur dan tersembunyi dari kumpulan perbendaharaan kerajaan-Ku (Asry).”
Kedahsyatan surat Al-Fatihah bisa dilihat dari bermacam-macam hadits yang telah banyak menyatakan bahwa surat Al-Fatihah itu bisa dijadikan pengobatan, baik lahir (jasmani) maupun batin (rohani). Diantaranya tersebut dalam hadits riwayat        Al-Baihaqi bahwa Abdul Malik bin Umar pernah mendengar Rasulullah SAW. bersabda :
Surat Al-Fatihah itu obat dari segala penyakit.”
Dalam riwayat Al-Baihaqi yang lain juga disebutkan :
“Fathul Kitab itu adalah obat dari racun.”
Demikianlah kiranya telah jelas bahwa surat Al-Fatihah itu merupakan surat yang mengandung kemuliaan dan kedahsyatan yang tinggi. Semoga kaum muslimin yang mengetahuinya sadar dan mau mengamalkan surat Al-Fatihah tersebut sebanyak-banyaknya setiap hari.

Dahsyatnya Suratul Al - Fatihah

Limpahan Puji Kehadirat Allah Swt, Maha Luhur dan Maha Abadi, Maha Menjadikan setiap hal – hal yang tidak disukai oleh muslimin – muslimat sebagai penghapusan dosa dan pengangkatan derajat. Demikian indahnya Allah, demikian mulianya Allah yang menjadikan musibah yang datang kepada muslimin adalah pengampunan dosa tanpa istighfar. Orang lain butuh istighfar dan taubat untuk meminta pengampunan dosa tetapi Allah melihat hamba-Nya dikenai musibah, dimaafkan kesalahannya. Allah membayar kesedihan di hati muslimin – muslimat dengan pengampunan dosa dan dihindarkan dari api neraka. Inilah indahnya Arrahman Arrahim.

Bismillahirrahmanir rahim, Dengan Nama Allah Maha Raja Langit dan Bumi yang bermula seluruh kejadian alam semesta dari tiada, yang bermula seluruh kehidupan dari tiada, yang bermula benda – benda bercahaya diawali oleh Allah, Annuur ( Maha Bercahaya). Arrahman Arrahim. Arrahman adalah Kasih Sayang Allah untuk seluruh makhluknya, fasiq, dhalim, shalih, muslim, non muslim, kebagian Rahmatnya Allah. Arrahim adalah Kasih Sayang Allah khusus untuk mereka yang beriman. Maka kalau kita menyebut "Bismillahirrahmani rrahim", ingat kalimat itu mengingatkan satu Nama Yang Memberi kepada semua makhluk hidup. Demikian Allah menunjukkan pemberiannya kepada yang beriman dan yang tidak beriman untuk memperkenalkan Kasih Sayang-Nya kepada mereka yang beriman bahwa Dia (Allah) Maha Bersabar dan Memaafkan mereka – mereka yang belum beriman agar mereka jangan berputus asa dari Kasih Sayang-Nya dan kembali pada pelukan Kasih Sayang Allah. Namun tentunya Kasih Sayang itu bersifat dunia saja. Kalau Arrahim adalah Kasih Sayang Abadi untuk mukminin dan mukminat.

"Bismillahirrahmani rrahim", itu kalimat hadirin, menyimpan seluruh Kenikmatan dan Anugerah pada semua makhluk. Muslim, non muslim semua turun kepada semua makhluk yang terjadi kepada mereka dari segenap kenikmatan berpadu dalam kalimat "Bismillahirrahmani rrahim" mencatat seluruh Nikmatnya Allah Swt dari kalimat Arrahman Arrahim.

Alhamdulillahi rabbil a'lamin, Segala Puji milik Allah Rabbul Alamin. Kenapa? Karena Yang Maha Berjasa dan paling berjasa kepada semua makhluk-Nya. Tidak ada satu makhluk hidup di bumi Allah yang dia tidak mempunyai hutang jasa kepada Allah, Al Manan. Semuanya hidup tanpa bisa membayar daripada hutang – hutang kenikmatan yang diberikan oleh Allah. Oleh sebab itu mereka yang memahami ini akan bercahaya hatinya dengan pujian kepada Allah. Akan selalu basah bibirnya memuji Allah.

Maaliki yau middin. Raja dihari kebangkitan, maksudnya penguasa agung dan tunggal disaat semua penguasa tak lagi berkuasa) , Arrahman Arrahim diulang lagi dalam Surat Al Fatihah (sebelum Maaliki Yaumidiin). Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang itu itu juga tapi bedanya Maha Melimpahkan Kasih Sayang pada yang mukmin dan bukan yang mukmin. Hanya pada yang bukan mukmin ini hanya sementara dengan kenikmatan dunia saja. Yang mukmin diberi juga kenikmatan dunia tetapi di akhirat diberi lagi. Ini menunjukkan betapa ruginya mereka yang tidak beriman.

Demikian kalimat demi kalimat Surat Al Fatihah terlantunkan dan inilah seagung – agung doa. Ketika Allah Swt mengajarkan kalimat ini kepada kita. Surat Al Fatihah ini, adalah doa untuk seluruh apa apa dari kenikmatan yang datang kepada kita yang kita inginkan atau yang belum kita ketahui.

Ihdinashshirathalmu staqim, ayat sebelumnya iyyakana'budu waiyyakanasta' in (hanya kepada-Mu kami menyembah, hanya kepada-Mu kami mohn pertolongan) . Ihdinashshirathalmu staqim (tunjukkan kami ke jalan yang lurus). Mau apa? Kita sudah muslim, tunjukkan ke jalan yang lurus harus dibaca setiap shalat, itu – itu lagi doanya diulang. Inikan sudah jalan yang benar?, jalan yang mana lagi koq diminta lagi diminta lagi doa ini. Hadirin, jiwa manusia selalu tergoncang dan terbolak – balik. Maka mereka yang membaca doa (membaca Surat Al Fatihah) didalam shalat tentunya.

Ihdinashshirathalmu staqim (tunjukkan kami ke jalan yang lurus). Allah bimbing lagi ia, yang barangkali habis shalat ia akan berbuat dosa, Allah palingkan agar ia tidak berbuat dosa dan terhindar dari dosa atau barangkali ia terjebak dalam dosa – dosa besar, Allah tundukkan hatinya untuk ingin taubat dan istighfar. Ini hadirin, kalimat "Ihdinashshirathalm ustaqim" menjaga kehidupanmu, jika kita baca ini dengan ikhlas dan dengan kehadiran hati, kau tidak akan bermaksiat sampai waktu shalat berikutnya. Karena diminta kepada Allah, lantas kita tanya "apakah Allah memberi?" Allah sudah jawab didalam Shahih Muslim (dalam hadits Qudsiy) "orang – orang yang mengucap Surat Al Fatihah itu dijawab oleh Allah Swt". "Majadanniy abdi, adzdzana alaiyya abdi, hammadaniy abdi, sampai ke ucapan Ihdinashshirathalmu staqim (hamba Ku memuliakanku) , lalu Allah jawab lagi "hadza li abdi wa lil abdi masa'al", ini untuk hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta. Maka minta dan ucapkan Surat Al Fatihah itu dengan jiwa.

Allah mengajarkan Surat Al Fatihah itu bukan "ihdini" (beri petunjuk padaku) namun "ihdina" (beri petunjuk kepada kami), itu kalau kita hadirkan khusyu' dalam hati kita dengan makna saat mengucapkan Ihdinashshirathalmu staqim dalam 1X ucapan doamu, akan banyak orang – orang yang diberi petunjuk ke jalan kebenaran oleh Allah, karena doa kita. Ihdinashshirathalmu staqim, Allah sudah katakan "hadza li abdi wa lil abdi masa'al", ini untuk hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta. Sekali kau mengucapkan "Ihdinashshirathalm ustaqim" barangkali ada 10 atau 100 orang yang dicabut oleh Allah keinginannya untuk berbuat jahat dan bertaubat karena doa kita, tanpa kita mengenal mereka, karena kita berkata "ihdina", "beri kami petunjuk", siapa kami disini ini? Seluruh umat Nabi Muhammad Saw. Jadi orang yang mengucapkan doa itu, dia sudah mendoakan seluruh umat Nabi Muhammad Saw dan dia terlibat atas pahala semua amal baik umat Nabi Muhammad Saw yang lainnya, karena ia mendoakan mereka, (dan Rasul saw bersabda Barangsiapa yg mendoakan saudara muslimnya maka malaikat berkata Amin dan untukmu pula sebagaimana doamu pd saudaramu).

Dahsyatnya kalimat ini jika kau dalami maknanya "Ihdinashshirathalm ustaqim" (tunjukkan kami ke jalan yang benar dan jalan yang lurus). Maksudnya, jalan Nabiyyuna Muhammad Saw maka kau dapat pahala semua orang yang berjalan di jalan yang benar. Itu keagungan Surat Al Fatihah. Lalu Allah tahu kita ini mau jalan yang benar tapi kita mau jalan yang hidupnya nikmat. Tidak mau kita ditimpa banyak kesulitan, maka diperjelas lagi "Shirathalladzina an'amta a'laihim" (jalan orang - orang yang Kau beri kenikmatan atas mereka). Masya Allah, siapa? Mereka ini mukminin - mukminat yang ditumpahi kenikmatan dari zaman Nabi Adam hingga saat sekarang sampai akhir zaman. Kita minta kenikmatan yang dilimpahkan itu "Shirathalladzina an'amta a'laihim", kenikmatan dalam kesehatannya, kenikmatan dalam pekerjaan, dalam perdagangannya, dalam rumah tangganya, dalam sekolah, dalam masyarakat, dalam segala kehidupan dan kematian. "Shirathalladzina an'amta a'laihim", orang – orang yang Kau beri kenikmatan jalan mereka, muqarrabin, shiddiqin, shalihin dan semua jalan orang – orang yang dilimpahi kenikmatan oleh Allah, tapi bukan jalan orang yang dimurkai Allah. "Ghairil maghdhubi a'laihim waladhdhollin" .

Maka kalau kita doa hadirkan hati kita pada saat baca Al Fatihah, kau akan terjaga dari dosa dan terjaga dari segala kejahatan. Itu kekuatan yang dahsyat Surat Al Fatihah, ada dalam setiap shalat kita.

Kedahsyatan al - Fatihah


1. Merupakan surat yang paling Agung


Dari Abu Sa'id Rafi' Ibnul Mu'alla Radhiyallahu'anhu, beliau mengatakan, "Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam berkata kepada ku, Maukah kamu aku ajari sebuah surat paling agung dalam Al-Qur'an sebelum kamu keluar dari mesjid nanti ? Maka beliau pun berjalan dengan menggandeng tangan ku. Tatkala kami sudah hampir keluar maka aku berkata :'Wahai Rasulullah, Anda tadi telah bersabda  :'Aku akan mengajarimu sebuah surah yang paling agung dalam Al-Qur'an ? Maka beliau bersabda, "(surat itu adalah Alhamdulillahi Rabbil 'alamiin ( Surat Al-Fatihah), itulah As Sab'ul Matsaani (tujuh ayat yang paling sering diulang dalam shalat ) serta Al-Qur'an Al-'Adhim yang dikaruniakan kepada ku." (HR. Bukhari)

2. Surat yang tidak tercantum dalam kitab-kitab lainnya, selain hanya dalam Al-Qur'an saja

 Rasulullah SAW bersabda :
"Demi zat yng jiwau ada di dalam kuasa-Nya, tidak diturunkan di dalam Taurat, Injil, Zabur atau Al-Furqan, surat yang seperti  As-Sab'ul Matsaanii (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang). (HR. Ahmad)

3. Salah satu cahaya dari dua cahaya yang tidak diberikan kepada para Nabi sebelum Rasulullah SAW.

Sabda Rasulullah SAW. "Ibnu Abbas berkata, 'Ketika Jibril duduk di samping Rasulullah SAW. tiba-tiba terdengar suara dari atas kepalanya, 'Hari ini salah satu pintu langit di bukakan yang tidak pernah dibukakan sebelumnya, kecuali hari ini saja'. Malaikat itu lalu mengucapkan salam kepada Rasulullah SAW sambil berkata,'Saya memberikan kabar gembira kepada kamu dengan turunnya dua cahaya yang kedua cahaya itu akan diberikan kepada kamu dan tidak pernah diberikan kepada Nabi sebelum kamu. Kedua cahaya itu adalah surat Al-Fatihah dan akhir dari surat Al-Baqarah, dimana tidak ada satu doa pun yang disertai dengan surat Al-Fatihah atau akhir surat Al-Baqarah, kecuali aku akan memberikannya (akan mengabulkannya)'. (HR. Muslim dan Nasai)

4. Meringankan siksa

Rasulullah SAW. bersabda :
"Suatu kaum betul-betul disiksa oleh Allah, lalu tiba-tiba salah seorang dari putranya membaca surat Al-Fatihah di rumahnya dan Allah mendengar bacaan tersebut, maka Allah mengangkat siksa mereka karena bacaan surat Al-Fatihah dari putra putrinya itu selama empat puluh tahun."
(Riwayat Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam Mafatihul Ghaib)

5. Mendapat pahala sepertiga Al-Qur'an jika membacanya

Bacalah Al-Fatihah, karena jika Anda membaca Al-Fatihah sama artinya dengan  Anda telah membaca sepertiga isi Al-Qur'a. Rasulullah SAW pernah bersabda, "Membaca Al-Fatihah pahalanya sepertiga Al-Qur'an.

6. Langsung mendapat jawaban Allah ketika kita membacanya

"Dikatakan kepada Abu Hurairah, 'Kami berada dibelakang imam. Maka Abu Hurairah berkata : "Bacalah Al-Fatihah itu didalam hatimu, karena aku peranh mendengar Rasulullah SAW bersabda :"Allah Ta'ala berfirman, 'Aku telah membagi dua bagian antara diriku dengan hamba -Ku. Dan bagi hambaku apa yang ia minta' Jika ia mengucapkan:' Alhamdulillahi rabbil'alamin', maka llah berfirman, 'Hambaku telah memuji-Ku' Arrahmanirrahim', maka Allah berfirman,' Hamba-Ku telah memuliakan-Ku'. Dan pernah Abu Hurairah menuturkan, "Hamba-Ku telah berserah diri kepada-Ku'. Jika ia mengucapkan,' Iyyaaka na'buduwa iyyaaka nasta'in', maka Allah berfirman,' Inilah bagian diri-Ku dan hamba-Ku, dan untuk hamba-Ku apa yang ia minta'. Dan jika ia mengucapkan,' Ihdinashiraathalmustaqiim shiraathaladziina an'amta'alaihim ghairil magdhuubi alaihim waladldlaain'. Maka Allah berfirman,' Untuk hamba-Ku dan bagi hamba-Ku pula apa yang ia minta." (HR. An-Nasa'i)

7. Sebagai Obat Penyakit Hati

Penyakit hati yang dimaksud bukan organ tubuh, tetapi Kolbu. Ibnul Qoyyim Al-Jawzi dalam kitabnya, Madarijus Salikin Juz 1 (halaman 52-58), menjelaskan bahwa Al-Fatihah mengadung obat untuk penyakit hati (Rohani).
Al-Fatihah ini akan menjadi obat jika dibacadan diikuti dengan ibadah yang benar dan ikhlas karena Allah SWT.
"Wahai Manusia ! Sungguh telah datang kepada mu pelajaran (Al-Qur'an) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman." (QS. Yunus : 57)

8. Sebagai obat segala macam penyakit

Sabda Rasulullah kepada Jabir bin Abdullah, "Wahai Jabir, maukah kamu Saya ajarkan surat yang paling utama yang diturunkan Allah dlam kitab-Nya, Jabir menjawab 'Tentu saja, demi ayah dan ibuku. Rasul Allah, ajarkanlah surat itu kepada ku.' Kemudian Rasulullah SAW mengajarkan kepadanya, Alhamdulillah, Umm Al-Kitab, seraya berkata,' Maukah aku beritakan lebih lanjut tentang Al-Fatihah' Jabir menjawb,' Tentu saja, demi ayah dan ibu ku. Ya Rasul Allah, beritakan lah itu kepadaku.' Rasulullah SAW bersabda,' Al-Fatihah itu obat dari segala penyakit kecuali kematian."

9.Sebagai obat tesengat binatang berbisa

"Sejumlah sahabat Rasulullah SAW pergi dalam sebuah safar (perjalanan) yang mereka tempuh, hingga mereka singgah di sebuah perkampungan Arab. Mereka kemudian meminta penduduk kampung tersebut agar menjamu mereka, namun penduduk kampung itu menolak. Tak lama setelah itu, kepala suk dari kampung tersebut tersengat binatang berbisa. Penduduknya pun mengupayakan segala cara pengobatan, namun tidak sedikit pun yang memberikan manfaat untuk kesembuhan pemimpin mereka. Sebagian mereka berkata kepada yang lain, "Seandainya kalian mendatangi rombongan yang tadi singgah di tempat kalian, mungkin saja diantara mereka punya obat (yang bisa menghilangkan sakit yang diderita pemimpin kita)." Penduduk kampung pun mendatangi rombongan sahabat Rasulullah yang tengah beristirahat tersebut, seraya berkata , "Wahai sekelompok orang, pemimpin kami disengat binatang berbisa. Kami telah mengupayakan berbagai cara untuk menyembuhkan sakitnya, namun tidak satu pun tang bermanfaat. Apakah dari kalian ada yang memiliki obat ?" Salah seorang sahabat berkata, Iya, demi Allah, aku bisa meruqyah. Akan tetapi, demi Allah, tadi kami minta di jamu namun kalian enggan untuk menjamu kami. Maka aku tidak akan meruqyah untuk kalian hingga kalian bersedia memberikan imbalan kepada kami.' Mereka pun bersepakat untuk memberikan sekawanan kambing sebagi upah dari ruqyah yang akan dilakukan. Sahabat itu pun pergi untuk meruqyah pemimpin kampung tersebut. Mulailah ia meniup disertai sedikit meludah dan membaca Alhamdulillahi rabbil 'alamin (Surat Al-Fatihah). Sampai akhirnya pemimpin tersebut seakan-akan terlepas dari ikatan yang mengekangnya. Ia punpergi berjalan, tidak ada lagi rasa sakit (yang membuatnya membolak-balikkan tubuhnya di tempat tidur). Penduduk kampung itu lalu memberikan imbalan sebagai mana telah disepakati sebelumnya. Sebagian sahabat berkata, 'bagilah kambing itu', namun sahabat yang meruqyah berkata, 'Jangan kita lakukan hal itu sebelum kita menghadap kepada Rasulullah SAW lalu kita ceritakan kejadiannya, dan kita tunggu apa yang akan diperintahkan'. Meraka pun menghadap Rasulullah SAW lalu mengisahkan apa yang telah terjadi. Beliau bertanya kepada sahabat yang melakukan ruqyah, "dari mana kamu tahu bahwa Al-Fatihah itu bisa dibaca untuk meruqyah ?' Kalian benar, bagilah kambing itu dan berikanlah bagian untukku bersama kalian. "HR. Bukhari dalam kitab Sahih no. 5749)

10. Pelindung saat tidur

Jika seorang muslim membaca surat Al - Fatihah ketika hendak tidur kemudian diikuti dengan membaca surat Al-Ikhlas dan Muwa'awwidzatain ( Al-Falaq dan An-Naas ) sebanyak tiga kali, maka insya Allah dia akan aman dari segala hal yang membahayakan kecuali kematian.

11. Menajamkan hati dan memperoleh ilmu

Jika Al-Fatihah dibaca oleh seorang muslim seitap selesai sholay wajib dengan penuh kekhusukkan dan terus menerus, maka orang yang bersangkutan akan mendapatkan ketajaman hati dan keluasan ilmu dari Allah.

12. Ruqyah (Mengusir Jin dari tubuh Manusia)

Al-Fatihah merupakan salah satu rangkaian doa ruqyah untuk mengusir jin dari tubuh manusia dengan syarat ayat-ayat tersebut dibaca dengan bacaan yang benar dan dibaca dengan oleh seorang yang saleh, memiliki akidah yang lurus dan memahami syariah yang baik dan benar dan tetap berkeyakinan bahwa Allahlah yang menyembuhkan, sedangkan ruqyah hanya sebagai sarana saja.

Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah mengatakan bahwa doa, zikir dan bacaan yang diambil dari ayat-ayat Al-Qur'an adalah obat yang paling ampuh sebagai sarana untuk menghilangkan pengaruh sihir dari jin atau setan dalam diri manusia.

13. Sebagai obat sakit perut

Membaca Al-Fatihah dengan khusu' dan ikhlas kemudian ditiupkan ke dalam air. Kemudian air tersebut diminumkan kepada yang sakit, ditambah dengan meminum madu secukupnya. Insya Allah dengan izin Allah sakitnya akan sembuh.

14. Memudahkan urusan orang yang membacanya

Bagi siapa pun yang memiliki urusan dan keinginan/permohonan kepada Allah SWT maka perbanyaklah shlat sunnah dan membaca Al-Fatihah sepenuh hati setelahnya. Insya Allah, Allah akan memudahkan urusan dan memberikan yang terbaik baginya. Termasuk orang yang sedang mengusahakan rezeki, penghidupan yang lebih baik, perbaikan akhlak, menghadapi kesusahan dan kesedihan, dll.

15. Untuk mengawali setiap kegiatan

Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa segala amal yang tidak dimulai dengan kalimat Bismillaahirrahmaanirrahiim maka amalan tersebut tidak akan diterima atau tidak memberi manfaat. Bahkan jauh sebelum Islam datang, orang arab telah terbiasa mengucapakan bacaan basmalah dalam memulai setiap perkataan dan perbuatan mereka karena mereka meyakini bahwa segala sesuatu yang tidak diawali dengan bacaan basmalah akan terputus berkahnya.

16. Sebagai tameng dari setan

Sabda Rasulullah SAW
"Jika seseorang keluar dari rumahnya, lalu membaca 'Bismillaahi tawakkaltu 'alallaahi laa haula wa laa quwwata illaa billah' (Dengan nama Allah, hamba bertawakal kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali atas kehendak Allah), dikatakan kepadanya, Cukuplah kamu, kamu diberi petunjuk, dicukupi dan dijaga dan setan menyingkir darinya." (HR. Tirmidzi, Nasa'i dan Ibnu hibban)

17. Menyelamatkan diri dari sembilan belas jilatan api neraka


Abdullah bin Mas'ud berkata, "Setiap orang yang ingin selamat dari jilatan sembilan belas jilatan api neraka hendaklah mengucapkan ,"Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang ", karena Bismillaahirrahmaanirrahim berjumlah sembilan belas huruf. Dan Allah menjadikan setiap huruf sebagi penyelamat dari setiap api neraka.