Menurut Muhamad Abduh ada lima tujuan diturunkan al-Qur’an. Lima tujuan tersebut ada dalam surah al-Fâtihah.
Pertama, tauhîd (mengesakan Allah) terkandung dalam ayat kedua dan Ayat kelima. Tauhîd ini menghendaki totalitas ibadah, penghambaan dan ketundukan hanya kepada Allah swt.
Pertama, tauhîd (mengesakan Allah) terkandung dalam ayat kedua dan Ayat kelima. Tauhîd ini menghendaki totalitas ibadah, penghambaan dan ketundukan hanya kepada Allah swt.
Kedua, al-wa‘du wa al-wa‘îd (janji dan ancaman)
terkandung dalam ayat pertama. dan ayat keempat. Ayat ini mangandung
makna janji dan ancaman secara bersamaan.
Ketiga, al-‘ibâdah (beribadah, mengabdi) terkandung
dalam ayat kelima. Pedoman ibadahnya dijelaskan oleh ayat berikutnya
yaitu istiqâmah dalam jalan yang lurus.
Keempat, bayân sabîl al-sa‘âdah (penjelasan jalan
untuk memperoleh kebahagiaan) terkandung dalam ayat keenam. Allah
menjelaskan dalam ayat ini bahwa kebahagiaan akan tercapai dengan
istiqâmah dalam jalan yang lurus (al-Islam yang dianut oleh para nabi)
dan kesengsaraan akan terjadi karena menyimpang darinya.
Kelima, qasas (cerita) terkandung dalam ayat
ketujuh. Ayat ini menegaskan adanya tiga macam kaum terdahulu: para
nabi, kaum yang dimurkai dan kaum yang sesat. Para nabi adalah mereka
orang-orang yang menetapi syariat Allah dan petunjuk-Nya. Ayat ini
merupakan seruan untuk mengambil pelajaran dari mereka dan mengikuti
jalan yang mereka tempuh.
Kaum yang dimurkai adalah kaum yang menentang dan
mengingkari Allah. Adapun orang yang sesat adalah orang yang menyimpang
dari jalan-Nya.
Penjelasan jalan untuk memperoleh kebahagiaan yang
terkandung dalam ayat keenam di atas menunjukkan bahwa surah al-Fâtihah
dapat dijadikan dasar dalam pendidikan akhlak untuk mencapai
kebahagiaan hidup.
Sejalan dengan Muhamad Abduh namun lebih singkat,
Said Hawa dalam kitab tafsirnya menegaskan bahwa pada dasarnya
kandungan surah al-Fâtihah ada tiga pokok. Pertama, masalah akidah
(keyakinan) sebagaimana terkandung pada ayat 1-4. Kedua, ibadah seperti
terkandung dalam ayat 5. Ketiga, manhaj al-hayâh (jalan hidup).
Selanjutnya ia menjelaskan bahwa pokok dari akidah adalah iman kepada
Allah dan hari akhir, pokok dari ibadah adalah ikhlas dan pokok dari
jalan hidup adalah megikuti ajaran para nabi.
Persamaan antara Muhamad Abduh dengan Said Hawa
adalah bahwa surah al-Fâtihah mengandung manhaj al-hayâh (jalan menuju
kebahagiaan hidup). Perbedaan terletak pada penggunaan istilah. Sebagai
contoh, Muhamad Abduh menggunakan istilah tauhîd, al-wa’du wa al-wa’îd
sementara Said Hawa menggunakan istilah akidah.
Mufassir berikutnya adalah wahbah Zuhaili . Ia
menjelaskan kandungan surah al-Fâtihah menurut urutan ayat dalam kontek
pendidikan dengan bahasa yang mudah dipahami. Dalam kitab tafsirnya ia
menjelaskan bahwa setiap ayat dalam surah tersebut merupakan bimbingan
dan ajaran untuk kita. Menurutnya, Allah mengajarkan 6 hal dalam surah
al-Fâtihah sbb: (1) memulai sesuatu amal perbuatan dengan membaca
bismillah (sikap ikhlas).
Dengan bacaan tersebut berarti ia telah memohon
pertolongan KepadaNya melalui NamaNya Yang Agung Allah swt (ayat 1), (2)
memuji dan bersyukur KepadaNya (ayat 2-3), (3) berlaku adil. Setiap
amal manusia akan mendapatkan balasan di akhirat (ayat 4 ), (4)
beribadah dan memohon pertolongan hanya kepadaNya (ayat 5), (5) memohon
hidayah dan taufiqNya agar tetap berada dalam agama Islam (ayat 6), (6)
mengikuti perbuatan para nabi, orang-orang salih dan menjauhi perbuatan
orang-yang dimurkai dan orang-orang yang sesat.
Penafsiran Wahbah al-Zuhailî di atas tidak
mengelompokkan kandungan pembahasan seperti yang dilakukan oleh Said
Hawa sebagaimana disebutkan di atas, akan tetapi ia mengambil pesan
penting dari masing-masing ayat dengan bahasa yang mudah dipahami dan
mudah diamalkan dalam kehidupan nyata sehari hari.
Penafsiran model baru tentang surah al-Fâtihah dari
sudut pandang managemen dikemukakan oleh pendiri Asosiasi Trainer Muslim
Indonesia yaitu Heru SS. Ia mengemukakan bahwa surah al-Fâtihah
mengandung Visi, misi, strategi dan aksi menuju sukses hakiki.
Visi/ tujuan hidup dijelaskan dalam ayat 1-4. Dalam
ayat-ayat tersebut Allah swt mengenalkan diri-Nya dengan sifatNya Yang
Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Kita wajib bersyukur karena Dia
menciptakan alam ini untuk kita dengan segala fasilitas yang ada di
dalamnya. Allah yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang dan penguasa hari
pembalasan. Jadi tujuan hidup adalah kembali kepada Allah dengan
mendapat rahmat dan ridhaNya, kebahagiaan di dunia dan surga di akhirat.
Misi dijelaskan dalam ayat 5. Tugas sebagai hamba Allah adalah beribadah dan selalu minta pertolongan kepada Allah SWT.
Strategi dijelaskan dalam ayat 6. Strategi orang beriman untuk mencapai kesuksesan adalah meniti jalan yang lurus yaitu Islam, beribadah dengan mengamalkan al-Qur’an dan al-Sunnah.
Strategi dijelaskan dalam ayat 6. Strategi orang beriman untuk mencapai kesuksesan adalah meniti jalan yang lurus yaitu Islam, beribadah dengan mengamalkan al-Qur’an dan al-Sunnah.
Aksi/ cara hidup dijelaskan dalam ayat 7. Beriman dan
beramal shalih adalah aksi orang yang beriman dengan meneladani
orang-orang yang diberi nikmat yaitu para nabi, orang-orang yang benar,
mujahidin dan orang yang salih. Tidak berbuat kerusakan dan menjaga diri
supaya tidak dimurkai dan tidak sesat.
Penafsiran Heru SS di atas menurut pengakuannya
merupakan hasil renungan dan tadabbur ayat-ayat dalam surah al-Fâtihah.
Dalam pandangan kami, penafsirannya menggunakan teori kesatuan tema
dalam surah dengan tema menuju sukses hakiki.
Kajian dan penafsiran Surah al-Fâtihah yang
dikemukakan oleh para mufassir di atas penulis jadikan referensi untuk
menelaah surah al-Fâtihah dalam Perspektif pendidikan akhlaq
berdasarkan kesatuan tema dalam surah dan sistematika ayat dalam surah
tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar