Sabtu, 07 September 2013

Sambungan : Surah al-Fâtihah dalam Perspektif Pendidikan Akhlak Berbasis Tauhîd Oleh : Drs. Mohamad Nur Fuad, MA

Menurut Muhamad Abduh ada lima tujuan diturunkan al-Qur’an. Lima tujuan tersebut ada dalam surah al-Fâtihah.

Pertama, tauhîd (mengesakan Allah) terkandung dalam ayat kedua  dan  Ayat kelima.  Tauhîd ini  menghendaki totalitas ibadah, penghambaan dan ketundukan hanya kepada Allah swt.
Kedua,    al-wa‘du wa al-wa‘îd (janji dan ancaman) terkandung dalam ayat pertama.  dan ayat keempat.  Ayat ini  mangandung makna janji dan ancaman secara bersamaan. 
Ketiga, al-‘ibâdah (beribadah, mengabdi) terkandung dalam ayat kelima. Pedoman ibadahnya dijelaskan oleh ayat berikutnya yaitu istiqâmah dalam jalan yang lurus. 
Keempat, bayân sabîl al-sa‘âdah (penjelasan jalan untuk memperoleh kebahagiaan) terkandung dalam ayat keenam.  Allah menjelaskan dalam ayat ini bahwa kebahagiaan akan tercapai dengan istiqâmah dalam jalan yang lurus (al-Islam yang dianut oleh para nabi) dan kesengsaraan akan terjadi karena menyimpang darinya.
Kelima, qasas (cerita) terkandung dalam ayat ketujuh.  Ayat ini menegaskan adanya tiga macam kaum terdahulu: para nabi, kaum yang dimurkai dan kaum yang sesat.  Para nabi adalah mereka orang-orang yang menetapi syariat Allah dan  petunjuk-Nya. Ayat ini merupakan seruan untuk mengambil pelajaran dari mereka dan mengikuti jalan yang mereka tempuh.
Kaum yang dimurkai adalah kaum yang menentang dan mengingkari Allah. Adapun orang yang sesat adalah orang yang menyimpang dari jalan-Nya.
Penjelasan jalan untuk memperoleh kebahagiaan yang terkandung dalam ayat keenam di atas menunjukkan bahwa surah al-Fâtihah dapat dijadikan dasar  dalam pendidikan akhlak untuk mencapai kebahagiaan hidup.
Sejalan dengan Muhamad Abduh namun lebih singkat, Said Hawa dalam kitab tafsirnya  menegaskan bahwa pada dasarnya kandungan surah al-Fâtihah ada tiga pokok. Pertama, masalah akidah (keyakinan) sebagaimana terkandung pada ayat 1-4. Kedua, ibadah seperti terkandung dalam  ayat 5. Ketiga, manhaj al-hayâh (jalan hidup). Selanjutnya ia menjelaskan bahwa pokok dari akidah adalah iman kepada Allah dan hari akhir, pokok dari ibadah adalah ikhlas dan pokok dari jalan hidup adalah megikuti ajaran para nabi.
Persamaan antara Muhamad Abduh dengan Said Hawa adalah bahwa surah al-Fâtihah mengandung manhaj al-hayâh (jalan menuju kebahagiaan hidup). Perbedaan terletak pada penggunaan istilah. Sebagai contoh, Muhamad Abduh menggunakan istilah tauhîd, al-wa’du wa al-wa’îd sementara Said Hawa menggunakan istilah akidah.
Mufassir berikutnya adalah wahbah Zuhaili . Ia menjelaskan kandungan surah  al-Fâtihah menurut urutan ayat dalam kontek pendidikan dengan bahasa yang mudah dipahami. Dalam kitab tafsirnya  ia menjelaskan bahwa setiap ayat dalam surah tersebut merupakan bimbingan dan ajaran untuk kita. Menurutnya, Allah mengajarkan 6 hal dalam surah al-Fâtihah sbb: (1) memulai sesuatu amal perbuatan dengan membaca bismillah (sikap ikhlas).
Dengan bacaan tersebut berarti ia telah memohon pertolongan KepadaNya melalui NamaNya Yang Agung Allah swt (ayat 1), (2) memuji dan bersyukur KepadaNya (ayat 2-3), (3) berlaku adil. Setiap amal manusia akan mendapatkan balasan di akhirat  (ayat 4 ), (4) beribadah dan memohon pertolongan hanya kepadaNya (ayat 5), (5) memohon hidayah dan taufiqNya agar tetap berada dalam agama Islam (ayat 6), (6) mengikuti perbuatan para nabi, orang-orang salih dan menjauhi perbuatan orang-yang dimurkai dan orang-orang yang sesat.
Penafsiran Wahbah al-Zuhailî di atas tidak mengelompokkan kandungan pembahasan seperti yang dilakukan oleh Said Hawa sebagaimana disebutkan di atas, akan tetapi ia mengambil pesan penting dari masing-masing ayat dengan bahasa yang mudah dipahami dan mudah diamalkan dalam kehidupan nyata sehari hari.
Penafsiran model baru tentang  surah al-Fâtihah dari sudut pandang managemen dikemukakan oleh pendiri Asosiasi Trainer Muslim Indonesia yaitu Heru SS. Ia mengemukakan bahwa surah al-Fâtihah mengandung Visi, misi, strategi dan aksi menuju sukses hakiki. 
Visi/ tujuan hidup dijelaskan dalam ayat 1-4. Dalam ayat-ayat tersebut Allah swt mengenalkan diri-Nya dengan sifatNya Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Kita wajib  bersyukur karena Dia menciptakan alam ini untuk kita dengan segala fasilitas yang ada di dalamnya. Allah yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang dan penguasa hari pembalasan.  Jadi tujuan hidup adalah kembali kepada Allah dengan mendapat rahmat dan ridhaNya, kebahagiaan di dunia dan surga di akhirat.
Misi dijelaskan dalam ayat 5. Tugas sebagai hamba Allah adalah beribadah dan selalu minta pertolongan kepada Allah SWT.
Strategi dijelaskan dalam ayat 6. Strategi orang beriman untuk mencapai kesuksesan adalah  meniti jalan yang lurus yaitu Islam, beribadah dengan mengamalkan al-Qur’an dan al-Sunnah.
Aksi/ cara hidup dijelaskan dalam ayat 7. Beriman dan beramal shalih adalah aksi orang yang beriman dengan meneladani orang-orang yang diberi nikmat yaitu para nabi, orang-orang yang benar, mujahidin dan orang yang salih. Tidak berbuat kerusakan dan menjaga diri supaya tidak dimurkai dan tidak sesat.
Penafsiran Heru SS di atas menurut pengakuannya merupakan hasil renungan dan tadabbur ayat-ayat dalam surah al-Fâtihah. Dalam pandangan kami, penafsirannya menggunakan teori kesatuan tema dalam surah dengan tema menuju sukses hakiki.
Kajian dan penafsiran Surah al-Fâtihah yang dikemukakan oleh para mufassir di atas penulis jadikan  referensi  untuk menelaah surah al-Fâtihah dalam Perspektif  pendidikan akhlaq berdasarkan kesatuan tema dalam surah dan sistematika ayat dalam surah tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar