Sabtu, 07 September 2013

Sambungan : Surah al-Fâtihah dalam Perspektif Pendidikan Akhlak Berbasis Tauhîd Oleh : Drs. Mohamad Nur Fuad, MA

3. Pendidikan Akhlak
Berbicara pendidikan   kita jumpai 3 aliran pendidikan: Empirisme, nativisme dan konvergensi. Empirisme berpendapat bahwa manusia  lahir dalam keadaan seperti kertas kosong. Sementara nativisme berpandangan bahwa manusia lahir dengan membawa bakat. Perpaduan dari  dua pandangan tersebut melahirkan aliran konvergensi.  
Dalam pandangan Nabi Muhammad, manusia lahir dalam keadaan suci maka kedua orang tualah yang menjadikan anak tersebut dapat menjadi orang Nasrani atau orang Yahudi. Sabda nabi di atas menunjukkan 3 komponen yang terlibat langsung dalam kegiatan pendidikan akhlak:  Peserta didik, Pendidik dan lingkungan tempat proses pendidikan dilakukan. Dua komponen yang terahir sangat berperan aktif dalam memberikan pembentukan, pewarnaan dan penyempurnaan  akhlaq manusia. Dalam kesempatan lain nabi Muhammad saw diutus untuk  menyempurnakan akhlaq.
Jadi inti dari pendidikan akhlaq adalah upaya secara sadar untuk mengembangkan fitrah manusia untuk mencapai tingkat akhlak yang sempurna, akhlaq yang agung dan mulia. Materi dan metode Pendidikan akhlak dapat berdasarkan kepada kandungan dan pesan  surah  al-Fâtihah.
4. Perspektif Pendidikan Akhlak Berbasis Tauhîd
Di atas telah diuraikan kandungan surah al-Fâtihah menurut para mufassir. Uraian di bawah ini mencoba menelaah kandungan dan pesan surah al-Fâtihah dalam perspektif pendidikan akhlak berbasis tauhîd. Ada tiga tahap dalam proses pendidikan akhlaq yang dapat digali dari  surah  al-Fâtihah.
Pertama. Menanamkan  Tauhîd melalui pemahaman dan penghayatan tentang konsep Allâh, al-Rahmân, al-Rahîm, Rab al-Alamîn dan Mâliki yaumi al-dîn dan meneladani sifat-sifat ketuhanan dan mengimplementasikannya dalam kehidupan nyata. Upaya memahami konsep-konsep dimaksud diarahkan untuk mengasah dan mengembangkan potensi akal yang dibingkai dalam ranah tauhîd dan jauh dari syirk.  Penjelasan konsep nama-nama Allah di atas dijumpai pada surah-surah lain dalam al-Qur’an.
Konsep nama Allâh dijelaskan oleh ayat 1-4 dalam surah  al-Ikhlâs . Surah ini menerangkan dengan jelas, tegas, singkat dan padat empat sifat Allah yang tidak dimiliki oleh selainNya. Allah adalah Esa, tunggal, berdiri sendiri dan tidak butuh bantuan lain. Allah tempat bergantung semua makhluk. Manusia misalnya butuh air. Air adalah ciptaan Allah. Siapa yang butuh air berarti ia bergantung kepada penciptanya. Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dia tidak berubah dan tidak dipengaruhi oleh perubahan. Manusia mengalami perubahan, dari sperma menjadi darah, daging, bayi, remaja, dewasa kemudian mati. Allah tidak ada yang menyamainya. Meskipun Allah mendengar namun tidak sama dengan cara mendengarnya dengan manusia. Dalam surah ini nama Allâh diperkenalkan yang pertama sebelum nama-namaNya yang lain. Nama ini adalah nama Zat yang berhak dan wajib diibadahi (dicintai, ditakuti dan diharapkan) oleh seluruh makhluk ciptaanNya.
Kata “al-Rahmân” (Maha Pemurah) diperkenalkan oleh surah al-Fâtihah setelah kata Allah. Ini artinya bahwa sifat Allah yang menonjol dalam dirinya adalah kemurahan Allah yang tidak pilih kasih. Rahmat Allah diberikan kepada semua makhluk.  Allah memberi rizki kepada yang beriman dan yang kafir, yang taat maupun yang durhaka. Penjelasan tentang macam-macam anugerahNya kepada manusia dapat dibaca dalam surah ke 55, surah al-Rahmân. Dengan memahami dan menghayati berbagai macam kemurahan Allah yang sangat luas seseorang akan bersyukur kepadaNya. Jadi sikap syukur adalah dampak dari penghayatan dan pengamalan kata “al-Rahmân”.
Sikap  syukur tersebut  diwujudkan dalam bentuk beribadah  hanya kepadaNya. Lisannya selalu mengucapkan tahmîd . Hatinya selalu mencintai Allah karena merasakan banyaknya anugerah yang dia terima. Ia takut akan siksa Allah di dunia maupun di akhirat akibat dosa yang dilakukan. Ia selalu mengharap Kepada Allah agar amalnya diterima dan mendapatkan ridhoNya. Badannya dan anggota tubuhnya digunakan untuk ketaatan kepadaNya. Matanya digunakan untuk membaca al-Qur’an, akalnya untuk berfikir keagungan Allah. Ia berupaya meneladani sifat kemurahan Allah dengan sering memberi manfaat kepada orang lain. Memberi beasiswa kepada yatim piatu. Memberi bantuan uang dan bahan pokok kepada fakir miskin. Mengajari al-Qur;an kepada orang yang buta aksara al-Qur’an dll.
Kata “al-Rahîm” (Maha Penyayang) mengandung pengertian bahwa Allah menyayangi hanya kepada orang yang beriman dan taat.  Ketaatan kepada Allah dengan menjalankan perintahnya seperti salat dan infaq adalah sebuah perjuangan dan prestasi. Prestasi ini layak dan berhak mendapat apresiasi dan pahala. Mukmin yang taat akan disayang oleh Allah di dunia dan dimasukkan ke dalam surga kelak di akhirat. Sebaliknya manusia yang kafir dan durhaka di dunia jauh dari rahmatNya dekat dengan kemurkaanNya, di akhirat disiksa di dalam neraka. Pemahaman dan penghayatan seperti ini mendorong seseorang untuk memilih iman dan taat dari pada kufur dan maksiat. Pesan penting kata “al-Rahîm” adalah menyayangi kepada orang-orang yang beriman dan taat.  Pesan ini diimplementasikan dalam perbuatan nyata sehari- hari seperti mengucapkan salam kepada sesama muslim, menjawab salam dan sms, mengucapkan selamat atas kesuksesan saudara seiman, silaturrahmi untuk menjalin ukhuwwah, memberi hadiah kepada teman yang beriman atas prestasi dan pengorbanannya, Memberikan apresiasi atas pekerjaan seseorang. Memberikan hadiah kepada anak yang naik kelas. Mengucapkan terima kasih dan pujian kepada istri atas jerih payahnya dalam membuat hidangan dan merawat anak. Kerjasama dan gotong royong untuk membangun masjid dan lembaga pendidikan dsb.
Ali al-Sâbûnî berpendapat bahwa kata “Rab al-Âlamîn”mengandung maknan bahwa Allah adalah pemilik alam semesta, pengatur dan penglola alam semesta.  Sementara Rasyid Rida memaknai al-rabb dengan tuan yang mengatur, memelihara dan mengurus budaknya.   Allah pencipta sekaligus pemilik matahari. Ia mengaturnya, menerbitkannya dari timur pada pagi hari dan menenggalamkannya pada malam hari untuk kebaikan bumi beserta isinya. Allah menurunkan air hujan untuk kesuburan tanaman yang dibutuhkan. Alam semesta, bumi beserta isinya diciptakan, diatur oleh Allah untuk manusia sebagai bekal ibadah kepadaNya.
Pesan penting yang dapat diambil dari ayat di atas adalah meneladani sifat-sifat rububiyahnya Allah swt. Implemetasi pesan ayat adalah menempatkan seseorang sesuai dengan bakatnya, memberi tugas kepada seseorang sesuai dengan kemampuannya. Meletakkan barang  pada tempatnya. Membuang sampah di ranjang sampah bukan sembarang tempat. Meletakkan buku di rak buku bukan sembarang tempat. Memarkir mobil di tempat parkir mobil bukan tempat parkir sepeda. Menempatkan mushaf al-Qur’an di tempat yang tinggi dan mulia. Merawat barang supaya tidak cepat rusak. Membersihkan lantai rumah, kamar mandi agar bersih dan indah.
Kata “maliki yaumi al-dîn” mengandung makna yang merajai pada hari pembalasan.
Raja yang arif dan bijaksana dalam mengambil keputusan selalu memperhatikan kemaslahatan orang banyak. Raja adalah pemimpin. Dalam memimpin ia menciptakan suasana aman dan kondusif serta menjauhkan umat dari syirik sebagaimana dilakukan oleh nabi Ibrahim as.  Meneladani sifat-sifat maliki yaum al-dîn dapat diimplemetasikan dalam perbuatan nyata sbb: sebelum mengambil keputusan yang tepat seseorang bermusyawarah dengan orang yang ahli dibidangnya dan minta petunjuk kepada Allah, menyebarkan salam, menyebarkan perdamaian,  melindungi nama baik orang, memberi makan orang yang membutuhkan, tidak menyalahgunakan wewewnang, tidak berlaku lalim, tidak korupsi, tidak mencuri dsb. 
Memahami, menghayati, meneladani nama-nama dan sifat-sifat Allah di atas dan mengimplementasikan  secara benar dan komprehensif mengantarkan seseorang  beriman kepada Allah dan hari akhir dengan iman yang sempurna. Iman yang sempurna pasti akan menggerakkan pelakunya untuk beribadah dan beramal salih dengan produktif dan penuh keikhlasan.
Sahabat nabi berani mengambil resiko ikut hijrah, terjun ke medan perang dan tugas berdakwah adalah bukti bahwa mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Imannya telah menggerakkan mereka untuk berjuang dan berkorban. Oleh karena itu sangat tepat sekali bahwa ayat sesudah pengenalan nama dan sifat Allah adalah ayat pengakuan dan ikrar beribadah hanya kepada Allah.
Kedua, menumbuhkan  kesadaran beribadah dengan penuh keikhlasan, benar dan dilakukan secara istikomah dan terus menerus seperti terkandung dalam ayat 5-6. Iman yang sempurna akan mengantarkan pelakunya untuk beribadah dengan kesadaran dan keikhlasan. Ia berkeyakinan bahwa dirinya sedang menghadap dan berdialog kepada Allah dengan menyatakan “iyyâKana’budu wa iyyaKa nasta’î ”  Ibadah punya arti bentuk perbuatan ketaatan dan kepatuhan yang dilandasi mahabbah (cinta) kepada Allah. khauf (takut siksa dan neraka) akibat meninggalkan perintah Allah dan rajâ (mengharap) ridhaNya.  Ibadah yang dilakukan harus benar sesuai dengan tuntunan Islam (al-Qur’an dan al-Sunnah). Tuntunan ini melindungi dan menjaga orang yang beribadah dari kesalahan dan perbuatan bid’ah. Penggunaan fi’il mudhari’ pada kata “na’budu” menunjukkan bahwa kegiatan ibadah itu wajib dilakukan secara istikomah (terus menerus). Penggunaan dhamir “na” yang berarti “kami” menunjukkan pelaksanaan ibadah itu dilakukan  dengan cara kolektif atau jama’i. Ibadah yang dilakukan secara jama’i punya fungsi syiar dan suasana  yang kondusif dalam proses pendidikan.
Implementasi ibadah diwujudkan dalam perbuatan nyata seperti salat lima waktu, puasa Ramadhan, zakat, infaq, salat malam, baca al-Qur’an, zikir, tawakkal, sabar dalam melaksanakan kebenaran, menjauhi kejahatan dan orang-orang yang jahat. Ibadah tersebut jika dilakukan dengan benar, penuh kesadaran dan istikomah akan membangun karakter yang agung seperti sikap disiplin, peduli kepada sesama, memiliki jiwa besar dan tahan uji.
Menanamkan kesadaran beribadah dilakukan dengan keteladanan. Fungsi ibadah adalah meningkatkan rasa akan kehadiran Allah dalam kehidupan nyata sehari hari dan merasakan bahwa Allah sebagai tempat bergantung.
Ketiga, Menumbuhkan kesadaran berbuat yang benar dan baik, bergaul dengan orang-orang yang benar dan baik, meninggalkan perbuatan tercela dan orang-orang yang dimurkai, perbuatan yang salah dan orang-orang yang tersesat.  Sebagaimana terkandung dalam ayat 7. Pergaulan  dengan orang-orang yang benar dan baik seperti para nabi dan orang-orang saleh akan  mendorong seseorang   untuk meneladani mereka. Begitu sebaliknya. Pergaulan  dengan orang  yang jahat akan mendorong seseorang berbuat kejahatan. Pemetaan perbuatan yang benar, perbuatan yang dimurkai dan perbuatan yang salah harus diaajarkan dan dimiliki oleh pendidik dan peserta didik. Tiga tahap itu akan melahirkan akhlaq agung, luhur dan mulia.
Tiga  tahap pendidikan akhlaq di atas sejalan dengan konsep iman, Islam dan ikhsan. Tauhid dan iman ibarat akar pohon, batangnya adalah ibadah dan islam. Buahnya adalah perbuatan baik dan ikhsan.
Tiga tahap tersebut seirama dengan pendapat kalangan ahli Tasawwuf dengan istilah tahapan Takholli (membersihkan jiwa dari keterikatan dengan duniawi), tahalli(menghiasi diri dengan ibadah dan amal salih) dan tajalli (munculnya akhlaq yang agung/ikhsan).

Catatan Kaki ;  
Tauhîd secara bahasa berarti menunggalkan sesuatu dan meniadakan berbilang darinya. Secara istilah syar’i Tauhîd diartikan meniadakan adanya penyerupaan pada Zat Allah, sifat-sifatNya dan perbuatannya, meniadakan sekutu dari rububiyyah Allah  dan ubudiyyahNya. Dari definisi ini muncul 3 macam tauhîd :  (1) Tauhîd zât, asmâ wa sifât artinya meyakini dan  beriman  akan adanya zat Allah, nama-namaNya, sifat sifatNya. (2) Tauhîd Rubûbiyyah artinya meyakini bahwa hanya Allah yang menciptakan alam semesta, memberi rizki dan yang mengaturnya. (3) Tauhîd ulûhiyyah artinya meyakini bahwa hanya Allahlah yang berhak dan wajib diibadahi, dicintai, ditakuti dan diharapkan.  Baca Abû Bakr Jâbir al-Jazâirî,  Aqîdah al-Mu’min (ttp:Dâr al-Fikr, tt), h.64, 66 dan 77.

16. dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya Berlaku terhadapnya Perkataan (ketentuan kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.
 Qs. Al-Qalam: 4
dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.
  Didin Hafidhuddin, Al-Qur’an dalam Arus Globalisasi dan Modernitas Mencari alternatif Pemikiran di Tengah Absurditas Modernisme (Banten: LPSI, 2004), h. 118-119.
  Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsîr al-Munîr fi al-Aqîdah wa al-Syarî”ah wa al-Manhaj (Dimasq: Dậr al-Fikri, 1998), juz 1, h. 54.
5 http://id.wikipedia.org/wiki/Globalisas
  QS.1:2 . Allah berfirman:“ الحمد لله رب العالمين ” (“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam”).
  QS.1:5 . Allah berfirman:“ إياك نعبد و إياك نستعين”  (“Hanya kepada Engkaulah kami beribadah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan”).
  QS.1:1 . Allah berfirman: “بسم الله الرحمن الرحيم ” (“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”).
  QS. 1: 5. Allah berfirman: “ما لك يوم الد ين    “ (“ yang menguasai hari pembalasan”)
  QS.1:6 . Allah berfirman: “اهدناالصراط المستقيم ” (“Tunjukilah kami ke jalan yang lurus”).
  QS.1:6 Allah berfirman: “صراط الذين أنعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا الضالين” (“jalan orang-orang yang Engkau anugerahkan nikmat kepada  mereka, bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat”).
  Rasyîd Ridâ, Tafsîr al-Manâr, Juz 1. h. 34-36.
  Said Hawa, al-Asâs fî al-Tafsîr, al-mujallad al-Awwal (Qohirah: Dâr al-Salâm, 1999), jilid 1, h. 38.
  Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsîr al-Munîr fi al-Aqîdah wa al-Syarî”ah wa al-Manhaj (Dimasq: Dậr al-Fikri, 1998), juz 1, h.
  Heru SS, Mapping Strategi Sukses Hakiki (Sukoharjo: AD Media Sukoharjo, 2007), h. 11
  Pendidikan “merupakan suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien”.Baca Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta:Logos Wacana Ilmu, 2002), h. 3.
 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta:INIS, 1994), h. 14-15.
  Qs. 112: 1-4. Artinya:(1). Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. (2). “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.” (3). “Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,” (4). “dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
  Muhammad Alî al-Sâbûnî, Mukhtasar Tafsîr Ibnu Katsîr,(Bairût: Dâr al-Fikr, tt) jilid 1, hal. 19
  Tahmîd artinya membaca الحمد لله (segala puji bagi Allah).
  Muhammad Alî al-Sâbûnî, Mukhtasar Tafsîr Ibnu Katsîr, jilid 1, hal. 19-20.
  M.Amin aziz, the Power of  Al-Fatihah (Jakarta: Pinbuk Preess, 2008), hal. 28-29.
  Muhammad Alî al-Sâbûnî, Mukhtasar Tafsîr Ibnu Katsîr, jilid 1, hal. 21.
  M.Amin aziz, the Power of  Al-Fatihah, hal. 51.
  Muhammad Alî al-Sâbûnî, Mukhtasar Tafsîr Ibnu Katsîr, jilid 1, hal. 19-20.
  M.Amin aziz, the Power of  Al-Fatihah (Jakarta: Pinbuk Preess, 2008), hal. 28-29.
  Muhammad Alî al-Sâbûnî, Mukhtasar Tafsîr Ibnu Katsîr, jilid 1, hal. 21.
  M.Amin aziz, the Power of  Al-Fatihah, hal. 51.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar